The Legend of Zu : Serakah dan Iri


Ingatlah, murid-murid Omei, jangan pernah mengalah pada keserakahan dan iri hati. Dua hal itu adalah awal dari semua kejahatan.

Biasanya, keserakahan itu identik dengan orang kaya, sedangkan iri hati identik dengan orang miskin. Bukan berarti tidak ada yang berlaku sebaliknya. Apakah orang miskin tidak bisa serakah? Bisa saja, hanya saja mungkin tidak ada kesempatan. Contohnya saja ketika ada pembagian barang gratis — entah zakat, thr, beras, dsb — bisa saja orang-orang miskin itu saling sikut, kadang ada yang serakah juga mengambil lebih dari satu padahal ada orang lain yang belum dapat. Apakah orang kayak tidak bisa iri? Bisa aja. Karena yang namanya manusia itu seringkali tidak bisa merasa puas, dan selalu ingin lebih unggul dibanding yang lain.

Tapi nasehat ini bukan soal orang kaya atau miskin. Apapun status kita, kita harus ektra hati-hati dengan kedua hal itu : keserakahan dan iri hati. Keduanya tidak akan bisa dipuaskan. Orang serakah tidak mengenal kata cukup, dia akan selalu menginginkan dan gak pernah puas. Ketika keinginan itu tidak terpenuhi, maka dia akan mulai menghalalkan berbagai cara, yang bisa berujung pada tindak kejahatan. Iri hati kalau tidak mampu dikendalikan juga bisa memicu dendam, dan ujung-ujungnya akan menghasilkan kejahatan. Orang yang gampang iri hati biasanya juga karena tidak merasa puas dengan apa yang dimiliki. Akan makin berbahaya kalau ternyata iri hati dan keserakahan itu bergabung, sudah bisa dipastikan akan melahirkan kejahatan.

Lalu bagaimana cara menghindari kedua hal itu? Sederhana, tapi sulit dilakukan : belajarlah untuk bisa mencukupkan diri dalam segala hal dan beryukur. Jangan salah, bukan berarti kita cepat berpuas diri. Ingin menjadi kaya itu boleh, tapi jangan sampai serakah. Apa bedanya? Pada motivasinya dan bagaimana orang itu menerima keadaan. Orang yang ingin menjadi kaya tanpa menjadi serakah, akan selalu menghindari cara-cara yang jahat. Itu saja. Sementara orang menjadi iri hati karena dia menginginkan apa yang dimiliki orang lain. Kalau kita bisa menerima diri kita sendiri dan bersyukur dengan apa yang kita miliki, aku rasa kita bisa menyingkirkan iri hati itu. Iri hati itu hanya membuang energi, jadi daripada menghabiskan energi untuk iri hati dan dendam, lebih baik fokuskan untuk hal-hal yang lebih produktif dan bermanfaat.

Tidak mudah memang, tapi bukan hal yang mustahil.

What Women Want (2011) : Jujur

Kalau kita jujur terhadap orang lain, orang lain juga akan jujur ke kita.

Ungkapan di atas dinyatakan oleh ayah Sun (Andy Lau), sebagai jawaban atas pertanyaan Sun yang penasaran melihat perubahan dalam diri ayahnya, dan bagaimana sang ayah bisa bergaul dengan banyak orang. Jawaban yang sederhana, tapi sangat mendasar.

Seringkali orang terjebak untuk bersikap tidak jujur agar dia bisa mendapat teman atau tidak kehilangan teman. Dalam persahabatan, kejujuran sering menjadi dilema, tapi kejujuran juga selalu menjadi pelekat persahabatan. Coba lakukan persahabatan pertemanan atau hubungan yang lebih dekat lain tanpa kejujuran, maka yang ada hanya kepalsuan, kecurigaan, rasa tidak nyaman dan hubungan yang rapuh.

Di lingkungan yang hanya mementingkan “tampilan luar”, orang akan terjebak untuk tidak jujur. Orang cenderung berbohong agar tetap diterima di lingkungan sosial tertentu, mungkin juga karena tidak percaya diri. Tapi jenis hubungan seperti ini tidak akan bertahan, karena cepat atau lambat kebohongan bisa terungkap.

Yang aku alami, saat kita jujur, di awal orang bisa merasa ragu. Tapi lambat laun, kalau kita bisa konsisten dengan kejujuran, percaya diri dengan apa adanya kita (tentu tetap berusaha memperbaiki diri), kita akan bisa menjadi orang yagn bisa dipercaya. Kejujuran adalah harta yang berharga, tidak pernah menjadi kuno, meskipun ada saja orang yang tidak menyukainya.